Dalil-dalil Wajibnya Memanjangkan Jenggot dan Memotong Kumis
Segala
puji bagi Allah saja, shalawat dan salam tetap tercurah pada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang tidak ada Nabi lagi
setelahnya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahih keduanya dan juga selain mereka :
Dari Nafi’ dan Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Bedakanlah kalian dengan orang-orang musyrik, yaitu banyakkanlah jenggotmu dan pangkaslah kumismu.”
Diriwayatkan juga oleh keduanya dari Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma : “Pangkaslah kumis kalian dan biarkan jenggot kalian tumbuh.” Dalam suatu riwayat lain : “Cukurlah kumis kalian dan biarkan tumbuh jenggot kalian.”
﴿ ﺍﻟﻠøöﺤóﻰ ﴾ adalah nama rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu.
Berkata Ibnu Hajar :
﴿ ﻭﻓﺮﻭﺍ ﴾ dengan tasydid di fak-nya : ﴿ ﻭóﻓøöﺮõﻭúﺍ ﴾
Berasal dari ﴿ ﺍﻟﺘøﻮúﻓöﻴúﺮõ ﴾ : Yaitu membiarkan, maksudnya biarkanlah banyak.
Dan ﴿ ﺇöﻋúﻔóﺎﺀõ ﺍﻟﻠøöﺤóﻰ ﴾ : Yaitu biarkanlah sebagaimana adanya.
Adapun perintah untuk menyelisihi orang-orang musyrik sebagaimana dijelaskan oleh hadits dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anhu :
“Sesungguhnya
orang musyrik itu, mereka membiarkan kumis mereka tumbuh dan mencukur
jenggot mereka. Maka bedakanlah dengan mereka yaitu biarkanlah jenggot
kalian tumbuh dan cukurlah kumis kalian.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad yang hasan)
Dari Abu Hurairah juga diriwayatkan oleh Muslim :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Bedakanlah
kalian dengan orang-orang Majusi, karena sesungguhnya mereka
(orang-orang Majusi) memendekkan jenggot dan memanjangkan kumisnya.”
Ibnu Hibban meriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu, dia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah menyebutkan tentang orang-orang Majusi. Beliau bersabda : “Sesungguhnya mereka memanjangkan kumis dan mencukur jenggot maka bedakanlah kalian dengan mereka.” Lalu beliau (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) menampakkan pemotongan kumisnya kepadaku (Ibnu Umar).
Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Termasuk
fitrah Islam, memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh.
Sesungguhnya orang-orang Majusi membiarkan kumisnya dan mencukur
jenggotnya. Maka bedakanlah dengan mereka, yaitu pangkaslah kumis kalian
dan biarkanlah tumbuh jenggot kalian.”
Di
dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sesungguhnya beliau bersabda :
“Kami diperintah untuk memangkas kumis dan membiarkan tumbuh jenggot.”
Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Potonglah kumis kalian dan panjangkanlah/biarkanlah jenggot kalian.”
Makna ﴿ ﺟóﺰøõﻭúﺍ ﴾ dan ﴿ ﻗóﺼøõﻮúﺍ ﴾ adalah potonglah.
Dan makna ﴿ ﺃóﺭúﺧõﻮﺍ ﴾ dan ﴿ ﻃóÜﻴøﻠõﻮúﺍ ﴾ adalah panjangkanlah atau diartikan juga, biarkanlah.
Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan lafadh ﴿ pangkaslah = ﻗóﺼøõﻮúﺍ ﴾, maka :
Tidak meniadakan ﴿ mencukur = ﺍúﻹöﺣúﻔóﺎﺀõ ﴾.
Karena sesungguhnya riwayat ﴿ ﺍúﻹöﺣúﻔóﺎﺀõ ﴾ ada di dalam Bukhari-Muslim dan sama maksudnya.
Dalam suatu riwayat : “Biarkanlah/banyakkanlah jenggot kalian.”
Maksudnya : “Biarkanlah jenggot kalian penuh.”
Hukum Memotong, Mencabut, Atau Mencukur Jengot
-Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Diharamkan mencukur jenggot.”
-Berkata Al Qurthubi rahimahullah : “Tidak boleh memotong, mencabut, dan mencukurnya.”
-Abu
Muhammad Ibnu Hazm menceritakan bahwa menurut ijma’, menggunting kumis
dan membiarkan jenggot tumbuh adalah fardlu dengan dalil hadits Ibnu
Umar radliyallahu ‘anhu :
“Bedakanlah kalian dengan orang-orang musyrik, cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot kalian tumbuh.”
-Dan dengan hadits Zaid bin Arqam secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) :
“Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya maka bukan termasuk golongan kami.” (Dishahihkan oleh At Tirmidzi)
-Dengan
dalil yang lain, Tirmidzi berkata di dalam Al Furu’ : “Bentuk kalimat
ini menurut shahabat kami (yang sepakat dengan Tirmidzi) menunjukkan
keharaman.” Dan berkata pula dalam Al Iqna’ : “Haram mencukur jenggot.”
-Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Barangsiapa membikin seperti rambut maka tidak ada baginya di sisi Allah bagian.”
Berkata Zamakhsyari : “Maknanya
membikin rambut seperti yang asli (rambut palsu, ed.), yaitu dengan
mencabutnya atau mencukurnya dari kedua pipi atau merubahnya dengan
menghitamkan.”
Berkata pula Zamakhsyari dalam An Nihayah : Yaitu mencukurnya dari kedua pipi dan dikatakan mencabutnya atau merubahnya dengan hitam.
Larangan Dan Bahaya Menyerupai Orang Kafir
Imam
Ahmad telah meriwayatkan dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anhu, dia
berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Biarkanlah jenggot kalian tumbuh dan cukurlah kumis kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashara.”
-Al Bazzar telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma secara marfu’ : “Janganlah kalian menyerupai orang-orang Ajam, biarkanlah tumbuh jenggot kalian.”
-Abu
Daud meriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu dia berkata : Telah
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Barangsiapa menyerupai dengan suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.”
-Dan
riwayat Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda : “Bukanlah termasuk golongan kami barangsiapa yang
menyerupai selain kami, janganlah kalian menyerupai orang-orang yahudi
dan nashara.”
-Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Maka bedakanlah diri dengan mereka (yahudi dan nashara)! Adalah perintah yang dikehendaki oleh pembuat syariat (Allah).”
Penyerupaan
pada dhahir akan berpengaruh/menimbulkan kasih, cinta, dan kesetiaan
dalam batin sebagaimana kecintaan dalam batin akan
berpengaruh/menimbulkan penyerupaan dalam dhahir dan ini adalah masalah
yang nyata, baik secara perasaan atau dalam praktik nyata.
Penyerupaan
dengan mereka pada perkara yang tidak disyariatkan bisa jadi sampai
pada pengharaman atau termasuk dosa dari dosa-dosa besar (Al Kabair) dan
terjadinya kekafiran sesuai dengan dalil syar’iyyah.
Sungguh
Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma’ telah menunjukkan perintah untuk
menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara
keseluruhan.
Suatu
perkara yang diduga sebagai tempat terjadinya kerusakan yang
terselubung (dimana hal tersebut) tidak ditegaskan (oleh syar’i) berarti
ketetapan hukumnya dikaitkan pada perkara di atas dan dalil tentang
pengharamannya telah mengena (tidak terlepas) dari masalah tersebut.
Maka menyerupai mereka dalam bentuk dhahir merupakan penyebab
penyerupaan dalam akhlak, perbuatan-perbuatan yang tercela, bahkan
sampai pada i’tiqad (keyakinan). Sedang pengaruh dari yang demikian itu
tidak ditegaskan (oleh syar’i). Dan kerusakan itu sendiri –yang
dihasilkan dari sikap penyerupaan– terkadang hal tersebut tidak nampak
dan terkadang sulit (untuk dihindari) atau tidak mudah untuk
dihilangkan. Maka segala sesuatu yang menyebabkan pada kerusakan
(fasaad), pembuat syariat (Allah ‘Azza wa Jalla) mengharamkannya.
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu :
“Barangsiapa yang menyerupai mereka sampai meninggal (mati) dia akan dibangkitkan bersama mereka.”
Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Bukanlah
termasuk golongan kami barangsiapa yang menyerupai selain kami,
janganlah kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani.
Sesungguhnya cara salamnya orang-orang yahudi dengan isyarat jari-jemari
dan cara salamnya orang-orang nashrani dengan telapak tangan.”
Ada tambahan dari sisi Thabrani :
“Janganlah
kalian mencukur jambul (rambut yang tumbuh di kepala bagian depan),
pangkaslah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian tumbuh.”
Umar
radliyallahu ‘anhu memberi syarat (tanda) atas orang-orang kafir
dzimmah supaya mencukur rambut yang tumbuh di kepala bagian depan untuk
membedakan mereka dengan orang-orang Muslim. Maka barangsiapa
mengerjakan yang demikian itu, sungguh telah menyerupai mereka.
Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan :
“Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang dari Al Qazu’, yaitu
mencukur rambut di kepala sebagian dan meninggalkannya sebagian.”
Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu :
“Tentang (mencukur rambut) kepala, cukurlah keseluruhan atau tinggalkanlah.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Mencukur
rambut pada bagian belakang dari kepala (tengkuk) tidak boleh bagi
orang yang tidak mencukur rambutnya keseluruhan dan tidak ada suatu
kepentingan dengan mencukurnya itu. Karena yang demikian itu termasuk
perbuatan orang-orang majusi. Dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum
maka dia termasuk golongan mereka.
Telah meriwayatkan Ibnu ‘Assakir dari Umar radliyallahu ‘anhu :
“Mencukur rambut pada bagian belakang kepala (tengkuk) bukan karena berbekam adalah perbuatan majusi.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencegah untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat
dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah : 77)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu
kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang
yang dhalim.” (QS. Al Baqarah : 145)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Mengikuti
mereka pada perkara yang mereka khususkan dari agama mereka. Dan
mengikuti agama mereka berarti mengikuti hawa nasfu mereka.”
-Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan bahwasanya salah
seorang dari majusi datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam, dia sungguh telah mencukur jenggotnya dan memanjangkan kumisnya.
Maka bertanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pada orang
tersebut, apa yang menyebabkan berbuat demikian, dia menjawab : “Ini
agama kami.” Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (adalah
jenggot beliau penuh dari sini sampai sini dan menunjuk tangannya pada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam) : “Akan tetapi pada agama
kami, yaitu memangkas kumis dan membiarkan jenggot tumbuh.”
-Harits bin Abi Usamah telah mengeluarkan dari Yahya bin Katsir, dia berkata : Telah
datang seorang laki-laki ‘ajam ke masjid dan sungguh dia telah
memanjangkan kumisnya dan menggunting jenggotnya. Maka bersabda
(bertanya) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pada orang tersebut :
“Apa yang membawa kamu (menyuruh kamu) atas ini?” Maka orang tersebut
menjawab : “Sesungguhnya rab (raja) saya yang memerintah saya dengan
ini.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan agar memanjangkan jenggot dan memangkas kumis saya.”
-Ibnu Jarir meriwayatkan dari Zaid bin Habib kisahnya dua utusan kisra (kaisar), berkata Zaid bin Habib : Telah
masuk dua utusan tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam dan sungguh keduanya telah mencukur jenggot dan memelihara
kumisnya, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memandang dengan
benci kepada keduanya dan bersabda : “Celakalah kalian berdua. Siapakah
yang menyuruh kalian dengan ini.” Kedua orang tersebut menjawab : “Yang
memerintahkan kami adalah rab kami (yaitu kaisar).” aka bersabdalah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Akan tetapi Rabbku
memerintahkan untuk memelihara jenggotku dan memotong kumisku.”
Muslim meriwayatkan dari Jarir radliyallahu ‘anhu, ia berkata :
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam banyak rambut jenggotnya.”
Diriwayatkan
oleh Tirmidzi dari Umar radliyallahu ‘anhu : “(Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam) itu tebal jenggotnya.” Dan dalam suatu riwayat : “Banyak jenggotnya.” Dan dalam riwayat lain : “Lebat jenggotnya.”
Dari
Anas radliyallahu ‘anhu : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam, jenggotnya penuh dari sini sampai sini –menunjuk dengan
tangannya pada lebarnya–.”
Sebagian
ahli ilmu membolehkan (memberikan keringanan) dalam masalah mengambil
(memotong) jenggot yang lebih dari genggaman dengan dasar yang dilakukan
oleh Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu . Namun kebanyakan ulama membencinya
(mengambil yang lebih dari genggaman). Dan ini sudah jelas dengan
(keterangan) yang terdahulu.
Berkata Imam Nawawi rahimahullah : “Yang terpilih yaitu membiarkan atas keadaannya, yakni tidak memendekkan sesuatu dari jenggot secara asal.”
Al Khatib telah mengeluarkan dari Abi Said radliyallahu ‘anhu bahwa : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Janganlah salah satu di antara kalian memotong dari panjang jenggotnya.”
Dalam kitab Ad Darul Mukhtar disebutkan : “Adapun
memotong dari jenggot itu bukan menggenggam sebagaimana yang dilakukan
oleh orang-orang Maghrib dan para banci dari kaum laki-laki, maka tidak
seorang pun yang membolehkannya.”
Pada Diri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Ada Suri Tauladan Yang Baik
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu,
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)
Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7)
Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berpaling daripada-Nya sedang kamu mendengar
(perintah-perintah-Nya). Dan janganlah kamu menjadi orang-orang
(munafik) yang berkata : “Kami mendengarkan.” Padahal mereka tidak
mendengarkan.” (QS. Al Anfal : 20-21)
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An Nur : 63)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan
dia ke dalam jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’ : 115)
Allah ‘Azza wa Jalla memperindah para laki-laki dengan jenggot. Dan diriwayatkan termasuk tasbihnya para Malaikat :
“Maha Suci (Allah) yang telah menghiasi orang laki-laki dengan jenggot.”
Dikatakan di dalam At Tamhid :
“Haram mencukur jenggot, tidaklah ada yang berbuat demikian (mencukur jenggot) kecuali banci dari (kalangan) laki-laki.”
Imam Nawawi rahimahullah dan yang lain berkata :
• Jenggot adalah perhiasan laki-laki dan merupakan kesempurnaan ciptaan.
•
Dengan jenggot, Allah membedakan antara laki-laki dan perempuan dan
termasuk tanda-tanda kesempurnaan, maka mencabut pada awal tumbuhnya
adalah menyerupai anak laki-laki yang belum tumbuh jenggotnya dan
merupakan kemungkaran yang besar.
•
Demikian juga mencukur, menggunting, atau menghilangkan dengan obat
penghilang rambut termasuk kemungkaran yang paling jelas dan kemaksiatan
yang tampak nyata, menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam serta terjerumus kepada perkara yang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam melarangnya.
Telah
berkata dan bersaksi bahwa seorang laki-laki yang mencabut rambut di
bawah bibirnya di sisi Umar bin Abdul Aziz maka beliau menolak
persaksiannya. Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anhu dan Ibnu Abi Layla
(seorang qadli di Madinah) menolak persaksian semua orang yang mencabut
jenggotnya. Berkata Abu Syamah : “Sungguh telah terjadi pada suatu kaum
yang mereka itu mencukur jenggotnya dan kejadian ini lebih parah dari
apa-apa yang terdapat pada Majusi (yang mereka itu memendekkan jenggot
dan memanjangkan kumisnya) disebabkan mereka mencukur jenggotnya.”
Ini
pada jaman Abu Syamah rahimahullah, bagaimana seandainya jika beliau
melihat masa sekarang (dimana) lebih banyak orang yang melakukannya.
Apa yang menimpa mereka? Dilaknati Allah-lah mereka. Maka bagaimana mereka berpaling?
Allah
‘Azza wa Jalla memerintahkan mereka mencontoh Rasul-Nya sementara
mereka menyelisihinya dan mereka bermaksiat kepadanya. Mereka mencontoh
orang-orang Majusi dan orang-orang kafir. Allah ‘Azza wa Jalla
memerintahkan mereka agar taat kepada Rasul-Nya dan sungguh telah
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Peliharalah jenggot.”
Sementara
mereka bermaksiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan
mereka bermaksud dengan sengaja mencukur jenggotnya.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan untuk mencukur kumis,
mereka memanjangkannya, mereka melakukan yang sebaliknya. Mereka
bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla secara terang-terangan dengan
melakukan apa yang tidak tepat pada tempatnya.
Dan yang Allah ‘Azza wa Jalla memperindah dengannya adalah paling mulia dan indahnya sesuatu dari manusia.
“Maka
apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap pekerjaannya yang
buruk itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu syaithan)? Maka
sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki
siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Faathir : 8)
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada Engkau dari butanya hati, kotornya dosa-dosa, kehinaan dunia, dan siksa akhirat.
“Sesungguhnya
binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah
orang-orang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau
kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka tentulah Allah
menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka
dapat mendengar niscaya mereka pasti berpaling juga sedang mereka
memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (QS. Al Anfal : 22-23)
Dan dalam hal ini cukuplah bagi orang yang mempunyai hati dan mendengarkan serta dia dalam keadaan menyaksikan.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
“Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk dan
barangsiapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorang
pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al Kahfi : 17)
(Dikutip
dari terjemah tulisan Abdurrahman Ibn Muhammad ibn Qoshim Al ‘Ashimi,
edisi Indonesia Biarkan Jenggot Anda Tumbuh, penerbit Cahaya Tauhid
Press, Malang)
Dikutip dari salafy.or.id offline Penulis : Abdurrahman Ibn Muhammad ibn Qoshim Al ‘Ashimi Judul: Barkan Jenggot Anda Tumbuh
** Janganlah Mengolok-olok Sunnah
Mengolok-olok
atau menjadikan Sunnah Nabi sebagai bahan tertawaan merupakan perbuatan
dosa besar, bahkan bisa menyebabkan pelakunya kafir.
Istihza’
(mengolok-olok) Sunnah Nabi berarti mengolok-olok Islam. Ini adalah
perbuatan besar namun dinilai oleh sebagian orang sebagai suatu hal yang
biasa. Bahkan terkadang disebut lelucon yang menggelikan karena
dianggap perbuatan tersebut adalah main-main dan tidak serius sehingga
seolah-olah ketika melakukannya tidak menanggung dosa atau tanggung
jawab apa pun. Padahal perbuatan itu dinilai oleh syariat sangat
berbahaya dalam segala keadaannya.
Terjadi
di zaman Nabi ketika beliau bersama kaum muslimin pergi menuju perang
Tabuk maka dalam sebuah majlis seseorang berkata: “Kami tidak melihat
ada yang lebih rakus, lebih dusta, dan penakut seperti para pembaca
Qur’an kita itu (dia maksudkan para sahabat Nabi).” Maka seseorang
menanggapinya: “Kamu dusta, bahkan kamu adalah munafik. Saya benar-benar
akan sampaikan kepada Rasulullah.” Maka berita itu sampai kepada
Rasulullah dan turunlah ayat Al Qur’an kepada beliau. Abdullah bin Umar
mengatakan: “Saya melihat orang itu bergantung dengan tali unta
Rasulullah dan kakinya tersandung-sandung batu sambil mengatakan: “Wahai
Rasulullah kami hanya main-main.” Namun Rasulullah terus mengatakan:
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya kalian memperolok-olok?
Jangan kalian cari udzur, kalian telah kafir setelah iman kalian”
(At Taubah: 65-66) [Hasan, HR Ibnu Abi Hatim dan Ath Thabari dan
dihasankan oleh Asy Syaikh Muqbil dalam Shahihul Musnad min Asbabin
Nuzul, 108]
Mengomentari
masalah ini Asy Syaikh Sulaiman bin Abdillah mengatakan: “Para ulama
telah bersepakat atas kafirnya orang yang melakukan sesuatu darinya,
maka barangsiapa yang mengolok-olok Allah atau kitab-Nya, atau
Rasul-Nya, atau agama-Nya, maka dia telah kafir walaupun main-main dan
tidak memaksudkan mengolok-oloknya secara ijma’ (kesepakatan para
ulama).” (Taisir Al ‘Azizil Hamid hal. 617)
Hal yang serupa ditegaskan oleh Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di katanya: “Barangsiapa
yang mengolok-olok sesuatu dari kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya yang
shahih atau melecehkannya atau merendahkannya maka dia telah kafir
terhadap Allah Yang Maha Besar.” (Taisir Al Karimir Rahman, 343)
Bahkan
Asy Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Barangsiapa yang mengolok-olok
salah satu dari Sunnah berarti ia mengolok-olok semuanya, karena yang
terjadi pada orang tersebut (pada kisah di atas-red) bahwa mereka
mengolok-olok Rasul dan para sahabatnya sehingga turunlah ayat ini.
Kalau begitu mengolok-olok perkara ini saling terkait.” (Kitabut Tauhid,
39)
Lalu bagaimana kalau mengolok-olok ilmu dan orang yang berilmu apakah termasuk dalam hukum ini?
Asy
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menjelaskan masalah ini, katanya: “Yang
benar dalam masalah ini adalah dirinci masalahnya. Kalau mengolok-olok
ilmu syariat atau orang yang berilmu karena ilmunya maka yang demikian
merupakan kemurtadan, tidak ada keraguan dalam masalah itu karena itu
adalah perbuatan merendahkan dan meremehkan sesuatu yang Allah besarkan
dan mengandung penghinaan dan pendustaan terhadapnya. Adapun
mengolok-olok orang yang berilmu dari sisi lain seperti pakaian atau
ambisinya terhadap dunia atau kebiasaannya yang tidak sesuai dengan
kebiasaan manusia yang tidak ada hubungannya dengan syariat atau sebab
yang serupa dengan itu maka yang semacam ini tidak sampai murtad karena
perbuatannya ini tidak kembali kepada agama tapi kembali kepada perkara
lain.” (footnote Asy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz terhadap Fathul Majid
hal. 526)
Semestinya
ketika melihat sesuatu yang berkaitan dengan keagamaan dan sesuai
dengan Sunnah Nabi jangan sampai kita mengolok-olok atau menghina,
merendahkan, mengejek atau menjadikannya bahan tertawaan atau
semacamnya. Walaupun Sunnah itu bertentangan dengan adat istiadat atau
kita menganggapnya asing dan aneh serta belum bisa melakukannya.
Mestinya kita mendukung dan meminta ampun kepada Allah karena belum bisa
melaksanakannya, bukan malah mengejek.
Semoga Allah selalu memberikan taufik-Nya kepada kita untuk selalu melakukan apa yang Ia ridhai dan cintai.
Ukuran Hidayah
Karena
begitu bahayanya mencela Sunnah Nabi maka para ulama menjadikan ukuran
hidayah dengan istiqamahnya seseorang di atas As Sunnah. Sebaliknya
mereka menilai seseorang yang mencela Sunnah Nabi berarti perlu
diragukan keistiqamahannya di atas hidayah.
Al Imam Al Barbahari mengatakan: “Jika
kamu dengar seseorang mencacat As Sunnah atau menolak As Sunnah atau
mencari selain As Sunnah, maka tuduhlah dia pada keislamannya dan jangan
kamu ragu bahwa dia adalah pengikut hawa nafsu, ahli bid’ah.” (Syarhus Sunnah, 51, Ta’dhimus Sunah, 29)
Abul Qasim Al Ashbahani mengatakan: “Ahlus Sunnah dari kalangan Salaf mengatakan bahwa jika seseorang mencacat As Sunnah maka semestinya ia dituduh pada keislamannya.” (Al Hujjah fii Bayanil Mahajjah, 2/428, Ta’dhimus Sunnah hal. 29).
Ayyub As Sikhtiyani berkata: “Jika
kamu ajak bicara seseorang dengan Sunnah lalu dia mengatakan:
‘Tinggalkan kami dari yang ini dan beri tahu kami dengan Al Qur’an’,
maka ketahuilah bahwa dia itu sesat.” (Miftahul Jannah, 137)
Orang
yang melakukan perbuatan semacam ini berada dalam keadaan yang sangat
berbahaya sehingga Imam Ahmad mengatakan: “Barangsiapa yang menolak
hadits Nabi maka dia berada di atas jurang kebinasaan.” (Tabaqat Al
Hanabilah, 2/15, Ta’dhimus Sunnah, 29). Wallahu a’lam.
Dikutip dari ttp://www.asysyariah.com, Penulis : Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc, Judul asli: Hukum mengolok-olok sunnah Nabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar