Bahan Renungan bagi Hati Nurani dan Tafakkur Diri
Posted in Mengaji Diri...Tentang Hati Nurani at 7:07 pm by
kuswandani
Berikut ini
saya kutip langsung sebuah nasihat agung dari sang Waliyullah, Ibnu Athaillah
al-Iskandari, yang mengajak kita semua untuk merenungi dan mentafakkuri
keindahan anugerah Allah bernama qalb atau hati bagi seorang Mukmin:
“Hati ibarat
sebuah pohon, bila disiram dengan air ketaatan buahnya akan tampak jelas. Mata
akan membuah kan penjagaan. Telinga akan membuahkan perhatian terhadap Alquran
dan pengetahuan. Lidah akan membuahkan zikir dan ucapan yang baik. Kedua tangan
dan kaki akan membuahkan amal-amal kebajikan, taat, serta sikap mau membantu
orang. Sementara bila hati kering, buahnya akan rontok dan manfaatnya akan
hilang.
Oleh karena
itu, kalau hati sudah kering, perbanyaklah berzikir. Kunjungilah majelis
orang-orang yang wara` dan bijak. Jangan seperti orang sakit yang berkata,
“Saya tak mau berobat. Nanti juga akan sembuh sendiri. Pasti lama kelamaan
sakitnya juga akan hilang.” Orang seperti ini harus dinasihati dengan
mengatakan, “Engkau baru bisa sembuh kalau mau berobat. Tak ada jaminan
penyakitnya akan hilang sebelum berusaha mencari sebab.”
Perjuangan
memang tidak manis. Ia disertai oleh ujung-ujung panah dan pertumpahan darah.
Berjuanglah melawan hawa nafsu agar ia mau taat. Itulah yang disebut dengan
jihad terbesar.
Hati ibarat
cermin, sedangkan hawa nafsu seperti asap atau uap. Setiap kali asap itu
menempel di cermin, cermin itu pun akan menghitam sehingga kejernihan dan
keindahannya akan pudar. Hati yang lemah tak ubahnya seperti cermin milik orang
tua renta yang sudah tak punya perhatian untuk membersihkannya. Ia abaikan
cermin itu dan tak pernah lagi ia pakai hingga wajahnya pun tak karuan.
Sebaliknya,
hati yang mengenal Allah seperti cermin milik pengantin wanita yang cantik.
Setiap hari ia bersihkan cermin tersebut dan ia pakai sehingga tetap bening dan
mengkilat.
Rasulullah
Saw bersabda, “Hati manusia lebih bergolak daripada kuali yang sedang mendidih
di atas api.” Betapa banyak orang mukmin yang hatinya kadang menyatu dengan
Allah tetapi sebentar kemudian berpisah. Betapa banyak ahli ibadah yang
menghabiskan malamnya dalam taat kepada Allah, tetapi ketika matahari
menyingsing ia tak ingat lagi pada-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw berdoa,
“Yaa Muqalliba al-quluub wa al-abshaar, tsabbit qalbii ‘alaa diinika wa thaa`atika.”
Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku atas agamamu dan
ketaatan kepada-Mu.
Hati sama seperti mata. Bukan keseluruhan mata yang bisa melihat. Tetapi lensanya saja. Demikian pula dengan hati. Yang dimaksud adalah bukan dagingnya. Tetapi unsur halus yang Allah hunjamkan dalamnya. Unsur itulah yang bisa memahami. Sengaja Allah tempatkan hati bergantung di sisi bagian kiri seperti ember. Kalau dibebani oleh syahwat, ia akan bergerak dan kalau dibebani oleh lintasan takwa ia juga akan bergerak. Kadangkala lintasan hawa nafsu atau syahwat yang lebih dominan. Pada saat tertentu lintasan hawa nafsu dikalahkan oleh lintasan takwa sehingga hati pun memujimu. Tetapi, pada saat yang lain, lintasan takwa dikalahkan lintasan hawa nafsu sehingga hati pun mencelamu. Kedudukan hati seperti atap rumah. Bila engkau menyalakan api di dalam rumah, asapnya akan membumbung ke atap hingga membuatnya hitam.
Hati sama seperti mata. Bukan keseluruhan mata yang bisa melihat. Tetapi lensanya saja. Demikian pula dengan hati. Yang dimaksud adalah bukan dagingnya. Tetapi unsur halus yang Allah hunjamkan dalamnya. Unsur itulah yang bisa memahami. Sengaja Allah tempatkan hati bergantung di sisi bagian kiri seperti ember. Kalau dibebani oleh syahwat, ia akan bergerak dan kalau dibebani oleh lintasan takwa ia juga akan bergerak. Kadangkala lintasan hawa nafsu atau syahwat yang lebih dominan. Pada saat tertentu lintasan hawa nafsu dikalahkan oleh lintasan takwa sehingga hati pun memujimu. Tetapi, pada saat yang lain, lintasan takwa dikalahkan lintasan hawa nafsu sehingga hati pun mencelamu. Kedudukan hati seperti atap rumah. Bila engkau menyalakan api di dalam rumah, asapnya akan membumbung ke atap hingga membuatnya hitam.
Begitulah
api syahwat, kalau sedang berkobar di dalam tubuh, asap-asap dosanya akan naik
ke hati dan membuat hati tersbut hitam. Sehingga ia menjadi hijab yang
membungkus permukaannya. Jika engkau hendak membersihkan dan membuatnya kembali
bening, serta hendak mengangkat karat yang menempel padanya, engkau harus
melakukan empat hal:
1) Banyak berzikir dan membaca Alquran,
2) Selalu diam dan sedikit bicara,
3) Menyendiri untuk munajat kepada Allah Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui,
4) Sedikit makan dan sedikit minum.
1) Banyak berzikir dan membaca Alquran,
2) Selalu diam dan sedikit bicara,
3) Menyendiri untuk munajat kepada Allah Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui,
4) Sedikit makan dan sedikit minum.
Sebaliknya
ada empat hal yang bisa mematikan hati:
1) Duduk bersama orang kaya,
2) Berbicara dengan wanita,
3) Jarang berzikir,
4) Banyak makan.
1) Duduk bersama orang kaya,
2) Berbicara dengan wanita,
3) Jarang berzikir,
4) Banyak makan.
Bila ingin
membersikah air, engkau harus menjauhkannya dari barang-barang kotor yang bisa
membuatnya najis. Sementara itu anggota badan manusia ibarat saluran air yang
mengalir menuju hati dan menumpahkan airnya di sana.
Oleh karena
itu, janganlah engkau menyiram hatimu dengan perbuatan hina seperti ghibah,
atau membincangkan orang lain, mengadu domba, berkata kotor, mendengar yang
terlarang, melihat kepada yang tidak halal, memakan yang haram, dan sejenisnya.
Hati tidak dikotori oleh yang keluar darinya. Tetapi, ia dikotori oleh yang
masuk ke dalamnya.
Hati baru bersinar dan bercahaya dengan memakan yang halal, selalu berzikir dan membaca Alquran disertai tadabbur, duduk bersama para ulama dan orang-orang mukmin, menjaga diri dari melihat sesuatu yang mubah, memelihara diri dari yang terlarang dan makruh, serta cemas terhadap segala maksiat.
Hati baru bersinar dan bercahaya dengan memakan yang halal, selalu berzikir dan membaca Alquran disertai tadabbur, duduk bersama para ulama dan orang-orang mukmin, menjaga diri dari melihat sesuatu yang mubah, memelihara diri dari yang terlarang dan makruh, serta cemas terhadap segala maksiat.
Peliharalah
cahaya hatimu wahai saudaraku. Janganlah engkau membuka tatapan mata kecuali
untuk menambah pengetahuan atau hikmah. Siapa yang ingin melihat kepada
berbagai hati, hendaknya ia melihat berbagai jenis rumah di daerahnya. Ada
rumah yang sudah rusak dan menjadi tempat kotoran sampah. Ada rumah yang rusak
dan menjadi tempat ular dan macan. Ada rumah yang tak bercahaya, gelap gulita.
Ada rumah yang menjadi tempat berkicaunya burung gagak dan burung hantu. Dan
ada pula rumah yang ramai oleh penghuninya, menyebarkan wewangian dan
bunga-bunga, serta disinari oleh kilauan bintang gemintang.
Lalu
perhatikan hatimu, termasuk yang manakah ia sehingga engkau benar-benar
mengetahui. Bila ketika shalat, membaca Alquran, berzikir, dan berkhalwat,
hatimu tidak hadir, tangisilah dirimu! Taburilah kepalamu dengan tanah, serta
berdoalah agar Allah memberi hati yang khusyu’. Ketahuilah bahwa orang yang
hatinya sedang sakit, karena maksiat dan nifak, ia takkan bisa memakai baju
ketakwaan. Bila hatimu terbebas dari segala penyakit hawa nafsu dan syahwat,
berarti engkau telah memperoleh takwa.
Dalam
Alquran, Allah menyebut syahwat sebagi penyakit. Dia berfirman,
“….. maka
orang yang di dalam hatinya ada penyakit pastilah menginginkan…” (QS 33: 32 )
Di lain tempat, Allah juga menyebut sifat nifak sebagai penyakit,
Di lain tempat, Allah juga menyebut sifat nifak sebagai penyakit,
“Di dalam
hati mereka terdapat penyakit, Allah pun menambah penyakit tersebut…” ( QS 2:
10 )
Untuk
mengobati hati yang sakit ada dua cara. Pertama, dengan mempergunakan sesuatu
yang bermanfaat, yaitu ketaatan. Kedua, dengan menghindari sesuatu yang
berbahaya, yaitu maksiat. Tak ubahnya seperti orang yang sedang sakit. Ia akan
meminum obat dan menghindarkan makanan tertentu sampai betul-betul sehat. Bila
engkau melakukan sebuah dosa, lalu kau ikuti ia dengan tobat dan penyesalan,
itu bisa menjadi sebab bagi tersambungnya hubunganmu dengan Allah. Namun, bila
engkau melakukan ketaatan seperti ibadah haji, lalu kau ikuti ia dengan rasa
ujub, bangga dan sombong, itu bisa menjadi sebab terputusnya hubunganmu dengan
Allah.
Sungguh
aneh, bagaimana engkau berdoa kepada Allah agar diberi kalbu yang baik,
sementara anggota badanmu melakukan dosa dan perbuatan terlarang. Jika
demikian, engkau seperti orang yang sedang meminum racun atau orang yang
menelan obat, tetapi ular dibiarkan menyengatnya.
Siapa yang
menyibukkan hatinya dengan Allah, kemudian ia melindunginya dari rongrongan
hawa nafsu dan syahwat, itu lebih baik dari orang yang banyak melakukan shalat
dan puasa, sedang hatinya sakit.
Allah
berfiman,
”Adapun orang-orang uang di dalam hatinya terdapat penyakit, mereka bertambah kufur di samping kekufuran mereka (sebelumnya)” ( QS 9 : 125 )
”Adapun orang-orang uang di dalam hatinya terdapat penyakit, mereka bertambah kufur di samping kekufuran mereka (sebelumnya)” ( QS 9 : 125 )
Orang yang
hatinya sibuk dengan dunia dan diisi kecintaan padanya sama seperti orang yang
membangun rumah bagus dengan kamar kecil di atas yang airnya menetes ke bawah.
Demikian kondisi itu terus berlangsung sehingga bangunan rumah itu dilumuri
oleh kotoran. Begitulah kondisimu di hadapan Allah. Hatimu berlumur maksiat.
Engkau memakan makanan haram, melihat yang haram, dan menyembunyikan keburukan,
tetapi anehnya engkau masih merasa sebagai hamba yang shalih.
Siapa yang
melakukan perbuatan haram dan mengerjakan maksiat, hatinya menjadi gelap dan
mata batinnya menjadi redup. Oleh karena itu, segeralah menyucikan dan
membersihkan hatimu dengan bertobat, berzikir, menyesal, dan memohon ampunan.
Bila engkau belum bertobat di saat sehat, bisa jadi Allah akan mengujimu dengan
penyakit dan musibah agar engkau bisa keluar dari dunia dalam keadaan bersih
dari dosa seperti pakaian yang dicuci dengan air.
Bertobatlah
dan beristighfarlah selalu agar hatimu sibuk dengan zikir hingga engkau
dilumuri cahaya. Jangan sekali-kali berbuat seperti penggali sumur yang mencari
air. Ia menggali di sini dengan dalam sehasta, kemudaian menggali di tempat
lain dengan dalam sehasta pula. Dengan begitu, ia takkan dapat menemukan air.
Mestinya ia menggali di satu titik saja dengan sungguh-sungguh hingga air
ditemukan. Ketahuilah bahwa hati ini menjadi rusak karena kurangnya rasa takut
dan tiadanya rasa khusyu’ terhadap Allah.
Hati yang
hidup adalah hati yang tak pernah terlalaikan dari Allah, entah oleh sesuatu
yang buruk maupun yang baik. Bila ingin mengobati hatimu dari keburukan dan
kelalaian, jauhilah sesuatu yang syubhat, keluarlah menuju padang tobat,
pakailah baju penyesalan, angkat panji kehinaan, tinggalkan tempat tidur,
ubahlah kondisimu dari jauh kepada Allah dengan mendekati-Nya dan dari
permainan dengan kesungguhan, berilah makan fakir miskin, biasakan hatimu untuk
mengasihi dan mencinta, perbanyak menangis, dan teruslah berdoa karena harap
dan cemas, dengan begitu mudah-mudahan engkau sembuh.
Namun
sayangnya, engkau lebih memperhatikan makan, mencari yang ternikmat, mengisi
perut dengannya, serta berbangga dengan yang indah dan gemuk. Engkau tak
ubahnya seperti domba yang sengaja dibuat gemuk untuk disembelih dan dimakan.
Bukankah engkau pun telah menyembelih diri sendiri secara tak sadar?
Cahaya
adalah tunggangan hati. Ia merupakan tentaranya sebagaimana kegelapan merupakan
tentara hawa nafsu. Bila Allah ingin menoling hamba-Nya dalam melawan syahwat,
Dia akan menyokongnya dengan tentara cahaya sekaligus melenyapkan kegelapan
darinya.
Cahaya
bertugas menyingkap, bashiirah (mata hati) memutuskan, serta hati mendatangi
atau menolak. Adapun manusia, aspek lahiriyahnya berkilau, namun aspek batinnya
yang sebenarnya menjadi substansi perhatian. Hawa nafsu hanya melihat pada
aspek lahiriyah, sementara hati melihat pada substansi batiniahnya.
Wahai hamba
Allah, agama merupakan modal hidupmu di dunia. Bila engkau kehilangan modal
tersebut, sibukkan lisanmu dengan menyebut asma-Nya, sibukkan hatimu dengan
mencintai-Nya, dan anggota badanmu dengan mengabdikan diri pada-Nya. Selain
itu, bersikaplah rendah hati, temui para ulama yang mengamalkan ilmunya, sampai
benih datang, turun hujan, dan ia pun tumbuh.
Siapa yang
memperlakukan hatinya seperti petani memperlakukan tanahnya, hatinya akan bersinar
dengan cahaya iman dan hikmah.
………………
Gusti, makin
terpuruk hamba,
makin malu
hamba, sekiranya diri tidak lagi mampu merenungi jutaan hikmah
agung ini…